Film "Perempuan sasak Terahir"









Perempuan Sasak Terakhir



Perempuan yang kurang mendapatkan edukasi, tindak kekerasan terhadap TKW, kematian ibu melahirkan hingga posisi marjinal perempuan dalam tatanan sosial. Inilah beberapa persoalan yang dialami perempuan di Indonesia saat ini.

Berangkat dari persoalan inilah sutradara muda Sandi Amaq Rinjani, berupaya mengungkapkan kegelisahannya tentang persoalan yang dihadapi perempuan melalui film Perempuan Sasak Terakhir. Film ini dibagi dalam tiga alur cerita yang bermuara pada sebuah perkampungan adat masyarakat Sasak, Lombok, NTB tepatnya di Desa Sembalun, Lereng Gunung Rinjani.

Alur pertama mengisahkan tentang Riyan alias Sasak Adi (Edwin Sukmono). Dikisahkan Ryan lahir di kampung tersebut, namun karena ibunya meninggal saat melahirkannya maka ia, sedari kecil diasuh pamannya di Jakarta. Namun karena krisis ekonomi sang paman tak lagi mampu membiayai pendidikannya di ibukota. Ryan yang berusia 22 tahun pulang ke Lombok untuk menemui ayah kandungnya.

Disinilah cerita bermula. Ryan yang terbiasa dengan budaya popular Jakarta, tiba di tanah kelahirannya yang masih kental dengan tradisi. Ia merasa asing dan sulit menyatu dengan suasana baru tersebut. Amaq Adi (Ayah Ryan) kemudian punya cara agar anak satu-satunya ini tahu akan khazanah tanah leluhurnya. Dengan alasan hendak mengajak Ryan pulang ke Sembalun, Amaq Adi mengajak putranya ini berkelilih ke seluruh pulau. Hampir seluruh tempat ia kunjungi sembari memperkenalkan kepada Ryan mengenai sejarah, cerita dan makna dari setiap ritual yang ditemui dalam perjalanan.

Dalam perjalananan inilah konflik ayah dan anak terjadi. Ryan yang modern dan serba instan berhadapan dengan sang ayah yang tak henti bertutur tentang tradisi dan flosofis budayanya. Namun kemudian perjalanan panjang itu pula yang menyatukan keduanya. Amaq Adi akhirnya faham tenntang anaknya dan Ryan tahu betul tentang warisan budaya yang ingin diwariskan sang ayah.

Perempuan Itu Bernama Anjani Dikampung yang sama Ryan mempunyai kerabat jauh bernama Anjnai (Aufa Asfarina Febrianggie), yang hidup bersama ayahnya yang sudah tua. Anjani adalah seorang perempuan terpelajar yang kembali ke kampung untuk satu tujuan. Merawat sang ayah dan melanjutkan perjuangan almarhumah ibunya yang dulu merintis sekolah dasar untuk warga setempat.

Namun belum lama di kampung halaman, ayahnya yang dikenal sebagai pengajar dan tokoh adat setempat meninggal dunia karena serangan stroke. Karena itulah Anjani kini sendiri melanjutkan tugas sang ayah mengelola SD rintisan tersebut.

Belakangan, masalah yang dulu ditakutkan oleh ayahnya muncul. Yakni dampak buruk adegan kekerasan yang ditampilkan di TV dan permainan Play Station yang disewakan di kampung tersebut. Seorang anak didik Anjani, yang hobi benar bermain game tersebut terpengaruh oleh adegan animasi yang setiap hari ditontonya. Ia, kemudian mempraktikan adegan itu kepada kawannya yang lain di sekolah hingga tewas.

Posisi Anjani yang sendiri tanpa pelindung menjadi bulan-bulanan warga setempat. Sekolahnya dibakar dan dia dituduh melakukan pembunuhan. Anjani ditahan polisi. Kelak setibanya Ryan lah yang bisa membebaskan Anjani dari kantor polisi sebelum menyuntingnya menjadi istri.

Janji Manis Kota Untuk Wati Di dusun yang sama, hiduplah seorang dara bernama Wati dan ayahnya. Ayah dan anak yang berfikiran moderen inilah yang mengelola usaha rental Play Station di desa adat tersebut. Mereka mencoba berbeda dengan teman-teman dan warga kampung lainya. Wati yang selebor mencoba menggunakan celana jeans, sepatu high heels, rok mini, tank top dan aneka atribusi gaya popular lain dalam kesehariannya.

Pada suatu ketika Wati berkenalan dengan seorang pria bernama Suhendro alias Hendro melalui telepon selulernya. Lewat perkenalan inilah cerita kemudian berkembang. Suatu hari laki-laki ini datang ke kampung si Wati. Dengan cerita manisnya Hendro mampu membuat Wati jatuh cinta. Dengan cepat pula si lelaki yang mengaku sebagai seorang pengusaha sukses di Jakarta ini ingin menikahinya. Pada hari yang telah ditentukan Hendro meminang Wati.

Gayung bersambut. Ayah Wati yang ingin memiliki mantu dari kota langsung menerima pinangan itu. Hari pernikahan pun ditentukan. Orang tua si perempuan sangat bahagia demikian juga si perempuan tak lama kemudian menjadi cerita yang sangat luar biasa di kampung tersebut. Sebelum pesta dilakukan, Si Bujang kota ini meminta agar sang calon istri meminjam perhiasan dari kerabat dekatnya. Alasannya agar Wati terlihat anggun dalam pesta perkawinan itu tiba.

Janur telah terpasang. Tetua, penghulu dan para undangan telah datang untuk menyaksikan pernikahan dengan si pria kota. Beberapa saat sebelum ijab qabul, HP si mempelai pria berdering. Ia, berpaling sejenak dan menjawab panggilan yang datang dari seluler itu. Selesai bicara ia, bilang kepada semua undangdan dan calon istrinya, bahwa rombongan orang tuanya dari Kota telah tiba di pertigaan desa. Ia, minta izin untuk menjemput mereka. Keluarga calon istri mengiyakan dan sang pria lekas naik sepeda motor dan berlalu.

Lama di tunggu lelaki kota ini tak kunjung kembali. Bahkan ketika hari benar-benar petang mempelai pria benar-benar tak datang. Maka kacaulah semuanya. Undangan pulang dalam tanda tanya. Tetangga menggerutu, juga penghulu dan pemuka desa. Sementara Wati, tak henti menangis, berteriak sejadi jadinya meratapi hilangnya mimpi manis, yang dibawa gemerlap dan rayuan sang jejaka kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar